Target Open Source Software Pada Instansi Pemerintah


PRAKTIS tinggal kurang dari 8 bulan lagi waktu yang diberikan kepada seluruh instansi pemerintah, dari pusat sampai daerah, untuk mengimplementasikan open source software (OSS). Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) dan kantor Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah sepakat bahwa tidak ada pengunduran waktu bagi seluruh instansi pemerintah untuk implementasi ini. Meskipun demikian, survei yang dilakukan KMNRT tahun 2009, baru 20% dari seluruh instansi pemerintah yang sudah bermigrasi.

Open source software sangat dikenal di lingkungan akademik, sedang di daerah-daerah masih jadi barang langka dan aneh. Itulah mungkin mengapa masih banyak pemda yang belum melakukan upaya impelementasi ini. Jika dilakukan survei mungkin ditemukan banyak alasan, tetapi kita mencoba mengurainya dari satu kemungkinan yang dialami tiap pemda yaitu tidak tahu harus berbuat apa menyikapi SE Menpan tentang Pemanfaatan Peranti Lunak Legal dan OSS.
Implementasi OSS di lingkungan instansi pemerintah setidaknya dipecah menjadi 7 bagian: koordinasi antarinstansi, sosialisasi kebijakan dan demo, pelatihan SDM, survei, migrasi, pendampingan, dan maintenance (helpdesk).
Pada tahap sosialisasi, salah satu hal yang dilakukan pemda adalah membuat surat edaran kepada seluruh SKPD tentang semua proses ini. Selain itu, semua juga perlu diperkuat dengan perda/ perbup, yang di antaranya berisi reward and punishment tanpa mengesampingkan aspek-aspek yang perlu ditelaah.

Proses migrasi adalah bagian termudah dari keseluruhan proses ini karena ’’hanya’’ menghapus perangkat lunak bajakan dan menggantinya dengan OSS. Meski ini adalah bagian termudah, sebelum melakukannya perlu survei. Survei ini berisikan pengumpulan data, apakah komputer yang ada hanya berisi aplikasi standar (office, multimedia, archive, games, graphic, internet) yang bisa diganti dengan aplikasi OSS atau tidak. Jika ada aplikasi khusus (misal perpajakan atau pertanahan), apakah bisa dipasang menggunakan virtualisasi atau tidak. Jika bisa maka dimigrasikan, namun jika tidak bisa sama sekali, maka komputer tersebut termasuk yang dipertahankan menggunakan software proprietary sampai muncul aplikasi yang sama versi OSS.

Yang tersulit dari proses ini adalah persiapan SDM karena mereka berhubungan dengan tingkat kemauan belajar, pengalaman, lingkungan, dan sebagainya. Kebanyakan proses migrasi mengalami hambatannya di titik ini. Karena itu maka proses pendidikan dan training SDM ini harus terstandar. Kementerian PAN telah memandatkannya kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Ditjen Aplikasi Telematika.

Kebebasan Memilih

Setiap pemda atau instansi diminta dalam Surat Edaran Menpan untuk menghubungi kedua kementerian tersebut pada seluruh proses migrasinya, dan anggaran yang bisa dipakai untuk membiayainya diambil dari standar biaya umum (SBU) untuk maintenance komputer, dan rata-rata teranggarkan Rp 650 ribu/ komputer/ tahun.
Setelah proses migrasi dan pelatihan, masih ada hal yang perlu dilakukan yaitu pembuatan helpdesk (pusat bantuan). GNU/Linux jarang sekali crash atau hang tetapi pusat bantuan tetap diperlukan untuk pendampingan selama 1-2 bulan. Themes atau ikon yang membuat aplikasi semisal OpenOffice.Org/LibreOffice terlihat seperti Microsoft Office 2007 sudah tersedia.

Semua hal yang dibutuhkan untuk memudahkan pengguna memakai OSS sudah dibuat. Tinggal keinginan dan niat yang kuat saja yang dibutuhkan untuk memulai perubahan besar ini. Semua pihak hendaknya tetap optimistis bahwa Desember 2011 seluruh instansi sudah mengimplementasi OSS asal semua pihak bergerak serentak.
Hanya saja sebuah kritik kecil, agar semua pihak tetap memegang filosofi open source yaitu kemerdekaan. Tidak ada paksaan bagi siapa pun untuk menggunakan distribusi (distro) tertentu. Semua instansi atau semua pihak dibiarkan untuk memilih sendiri distribusi yang paling disukainya sehingga kita tetap bisa melihat harmoni dalam keragaman. (10)

— Nur Arif Hidayatmo, anggota Komunitas Pengguna Linux Indonesia (KPLI) Banyumas Korwil Purbalingga

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates